MANBAUL 'ULUM

PONDOK PESANTREN

Foto Saya
Nama:
Lokasi: bulu - sugihwaras, bjonegoro, Indonesia

Minggu, 12 Juni 2011

Entrepreneur & Life Skill Santri Manbaul Ulum bulu


MEMETIK DARI AJARAN OUTBOUND

by Bsj Embasjori on Sunday, June 12, 2011 at 6:46am
Asal-usul outbound sendiri, berawal dari program pelatihan anak buah kapal salah satu pelayaran di Inggris. Pelatihan dilakukan tidak hanya di laut tetapi juga di darat yang berupa petualangan di alam, selama 26 hari.
Istilah awal yang diberikan untuk pelatihan tersebut adalah “County Badge”. Kemudian berubah menjadi Outward Bound. Istilah Outward bound inilah yang kemudian terus dipakai sampai hari ini. Istilah Outward Bound sendiri sudah dipatenkan, sehingga tidak semua orang boleh menggunakan istilah tersebut. Mungkin karena istilah Outward Bound sudah dipatenkan banyak orang kemudian menggunakan istilah 'outbound'.


Outbound memang sangat marak dalam sepuluh tahun belakangan ini. Penyelenggara Outbound merebak. Sekolah-sekolah, mulai dari TK sudah mulai diperkenalkan Outbound. Begitu juga karyawan-karyawan perusahaan yang ingin pelatihan sambil refreshing di alam terbuka.
Outbound yang dipahami banyak orang adalah kegiatan di alam terbuka. Itu tidak salah, namun kurang lengkap.

Menurut John Esa, outbound adalah kegiatan pelatihan manajerial yang menggunakan alam bebas sebagai media. Sifat kegiatan umumnya menyenangkan, lucu, atau penuh tantangan.
Program pengembangan dan pelatihan yang dilakukan di luar ruangan, atau biasa disebut outbound hanya akan efektif bila dilaksanakan dengan baik, yakni mampu memberikan rasa percaya diri dan mental bagi para partisipannya.
Outbound yang bermanfaat untuk membangun rasa percaya diri, membangkitkan keberanian, melatih kepekaan intuisi juga pernah diajarkan dijaman Nabi. "Ajari anakmu berenang, berkuda dan memanah".
Manusia ditakdirkan untuk hidup di darat. Tapi manusia juga harus mampu bertahan di air. Kemampuan dasar untuk bertahan di air adalah dengan berenang. Ada baiknya anak diajari berenang sejak dini untuk menghindari bahaya tenggelam. Sebab anak-anak suka sekali bermain di air tanpa mengetahui bahayanya.
Filosofi berenang adalah karakternya 'gerak', saat berenang harus terus menerus bergerak, diam akan bisa membayakan diri sendiri. aplikasinya di keseharian kita, misal kita menjadi Pengusaha Toko, maka harus gerak terus, toko dibuka siap melayani dengan ramah, mengontrol stok barang, mengontrol keuangan dan kegiatan lain.

Jadi Dosen, Guru, Ustad, Wartawan, Penceramah, Trainer, Motivator, Mahasiswa, Pelajar dituntut terus belajar dan berkarya agar bertambah terus ilmu dan pengetahuannya, diam sebulan saja tidak bergerak pasti akan tertinggal dengan yang lain.

Ajaran “berkuda”, jika kita melihat filosofi para penggembala hewan maka kita akan tahu jika diantara beberapa hewan yang sulit digembala adalah menggembala kuda. Karena kuda secara rasio adalah hewan yang tidak bisa dibohongi. Maksudnya adalah, hewan kuda hanya mau digembala jika sang penggembalanya ada di sisi depan kuda, atau di samping dan juga dinaiki diatasnya. Kuda tidak bisa dikendalikan jika kita berada tepat dibelakangnya.

Bahkan jika kita berada dibelakangnya, sangat besar resiko kita akan ditendang dengan kedua kaki kuda tersebut.Begitulah berumpamaan manusia yang semisal kuda, karakter manusia itu hanya mau dan bisa digerakkan/dipimpin jika yang menggerakkan itu berada di depan, atau disamping bersamaan dengan orang yang kita pimpin. Maka tidak heran jika Nabi SAW dalam kepemimpinannya beliau berpesan “Ibda’ binafsik”/ mulialah dari dirimu sendiri.

Memanah itu identik dengan Sasaran, keteguhan, kekuatan, perkiraan angin dan Konsentrasi. Jadi ajari anak memanah menurut hemat saya adalah ajari anak membidik sasaran sasaran dalam hidup ini. Bahwa hidup harus mempunyai sasaran yang jelas dan lakukan usaha untuk mencapainya dengan keteguhan tangan, kekuatan hati dan mampu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan dunia ini.

Kisah Nabi Adam dan Sis

Kisah Nabi Syis dalam berbagai versi

Asal usul BATHARA GURU – dari Kitab Paramayoga

Asal Usul Sang Hyang Manikmaya (Bathara Guru) Cerita ini merupakan cuplikan dari ringkasan Kitab Paramayoga oleh Ki Sondong Mandali. Kitab Paramayoga itu sendiri ditulis oleh R.Ng. Ranggawarsita. Beliau menulis Kitab Paramayoga konon terinspirasi Serat Kandha yang ditulis oleh kakek buyut beliau yaitu R.Ng. Yasadipura I.
Dalam membaca ringkasan ini hendaknya menggunakan pikiran yang terbuka lebar dan mencerna pelan pelan sehingga tidak muncul penilaian yang keliru terhadap serat ini.
Ringkasan ini terdapat dalam Buku Bawarasa Kawruh Kejawen edisi Bahasa Indonesia karya Ki Sondong Mandali yang diterbitkan oleh Yayasan Sekarjagad Semarang dan buku tersebut saat ini sudah out of print. Dalam postingan ini Bathara Narada meng-edit seperlunya tanpa mengubah isi cerita.
Bathara GuruJILID I
Quote:
Paramayoga menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing. Alasannya sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Dari silang sengketa antara Adam dan Hawa tersebut kemudian sama-sama marah dan sama-sama mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan sebagai darah. Penulis (Ki Sondong Mandali) sendiri menterjemahkan sebagai “dayaning urip” (daya hidup). Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna. Adam mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sayidina Sis (Nabi Sis) yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Nabi Adam memanjatkan syukur kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut dan bayi digendongnya. Tiba-tiba datang badai (angin ribut) yang ikut menerbangkan cupu tempat bayi hingga jatuh di tengah Samudera Hijau dan diterima malaikat Ngazazil.
Quote:
CATATAN PENULIS:
Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian “ilahi” sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis). Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa. Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau “dayaning urip” dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah
.
Nabi Sis atau Sang Hyang Sita mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah. Maka Ngazazil selalu berdoa kepada Allah dan selalu berupaya agar keturunan Adam dan keturunannya bisa menyatu. Maksudnya, agar dirinya dapat menurunkan raja-raja bagi manusia. Doa Ngazazil dikabulkan, kemudian anaknya, Dlajah, dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk menggantikan isteri Nabi Sis tersebut. Sedang Dewi Mulat disembunyikan. Setelah Ngazazil mengetahui nutfah Nabi Sis (Sang Hyang Sita) jatuh di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang ke kahyangannya dan Dewi Mulat dimunculkan kembali.
Dewi Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit. Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya (Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur). Kemudian berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan tidak dapat dipegang.Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam (Hyang Adhama), memberi nama Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud cahya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).
Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Quote:
CATATAN PENULIS:
Kisah Sayid Anwar (Sang Hyang Nurcahya) tersebut juga dengan samar-samar mengisahkan proses beremanasinya Sang Hyang Sita (Nabi Sis) menjadi Sang Hyang Nuircahya (Sayid Anwar). Meskipun kelahirannya melalui ibu : Dewi Mulat dan Dlajah, namun jelas sekali bahwa Dewi Mulat bidadari pemberian Allah, sedang Dlajah “anak” malaikat Ngazazil. Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan” pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat. Para pujangga Jawa menghormati ketauhidan Islam dengan menempatkan Allah Swt. pada wilayah “tan kena kinayangapa”. Serta tetap membuat misteri tentang posisi Malaikat. Secara samar-samar memposisikan kesetaraan Malaikat dengan Hyang Adhama, sehingga disebutkan bahwa Malaikat Ngazazil berkehendak ikut menurunkan raja-raja penguasa manusia. Secara tersirat menyatakan bahwa Malaikat (sebagai Kuasa Allah) ikut mengatur “uriping manungsa”. Maksudnya, ikut terlibat dalam proses beremanasinya Dzat Sejating Urip selanjutnya.

Kisah Nabi Adam dan Sis

Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai kalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat. Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil.
Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.
Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.
Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.
Adam kemudian membangun tempat tinggal baru di daerah Asia Barat Daya bernama Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang cantik, sedangkan putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.
Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.
Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.
Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.
Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.
Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.
Set menurut kepercayaan Islam
Set (Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam, yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Sunan Kalijogo
Kidung Rumeksa Ing Wengi
—————————-
Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno
Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa
Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman
Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal
Terjemahan dalam bahasa indonesia:

Ada kidung rumekso ing wengi. Yang menjadikan kuat selamat terbebas
dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun
tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat.
guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.
Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.
Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.
Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakup pendenganranku. Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi sulaiman
menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi
rupaku. Ali sebagai kulitku. Abubakar darahku dan Umar dagingku.
Sedangkan Usman sebagai tulangku.
Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti fatimah sebagai
kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada didalam ususku. Nabi Nuh
didalam jantungku. Nabi Yunus didalam otakku. Mataku ialah Nabi
Muhamad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka
lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.
Dalam versi yang lain



Sanghyang Wenang

Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpinKahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.
Kisah kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan antara lain bersumber dari naskah Serat Paramayoga yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita.

Asal-usul

Serat Paramayoga merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam.
Sanghyang Wenang merupakan putra Sanghyang Nurrasa, putra Sanghyang Nurcahya, putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama Sanghyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sanghyang Pramanawisesa.
Setelah dewasa, Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari ayahnya. Kahyangan ini konon sekarang terletak di negaraMaladewa, di sebelah barat India.

Berselisih dengan Nabi Sulaiman

Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Hal ini didengar olehNabi Sulaiman pemimpin Bani Israil. Para pengikut Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Jin Sakar untuk menyerang Pulau Dewa.
Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.
Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi ke dasar laut.

Membangun Kahyangan Tengguru

Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Setelah memimpin sekian tahun lamanya, Sanghyang Wenang mewariskan takhta kahyangan kepada putranya yang bernama Sanghyang Tunggal. Setelah itu, ia sendiri juga manunggal, bersatu ke dalam diri putranya itu.
Meskipun Sanghyang Wenang telah bersatu ke dalam diri Sanghyang Tunggal, namun para dalang dalam pementasan wayang masih tetap memunculkan tokoh Sanghyang Wenang dalam lakon-lakon tertentu. Hal ini dimungkinkan karena setelah bersatu dengan ayahnya, Sanghyang Tunggal tetap memakai nama ayahnya, yaitu Sanghyang Wenang sebagai salah satu nama julukannya.
Posted by Antapurwa Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai kalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat.

Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali pemimpin mereka yang bernama Ajajil.

Malaikat Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.

Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.

Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.

Adam kemudian membangun tempat tinggal baru di daerah Asia Barat Daya bernama Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang cantik, sedangkan putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.

Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.

Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.

Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.

Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.

Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.

Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.

Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.

nabi idris dan osiris

Dewa Mesir


AMON RA
Amon Adalah Dewa Bulan. Dalam Mitologi Mesir Kuno Dalam Bentuk Amun-RA,Ia Menjadi Fokus Dalam Sistem Yang Paling Rumit. Sebagai Pencipta Dewa Ia Pembela Kaum Miskin Dan Pusat Kesalehan Pribadi. Amun Diciptakan Sendiri Tanpa Ibu Dan Ayah,Dan Selama Kerajaan Baru Ia Menjadi Ekspresi Terbesar Dewa Dalam Mesir Teologi. Amun-RA,Juga Sama Seperti Dewa Pencipta,Tidak Secara Fisik Melahirkan Alam Semesta. Posisinya Adalah Raja Dewa.
Dewa Mesir Kuno Yang Paling Dipuja Dan Merupakan Dewa Tertinggi. Kuil Abu Simbel Dibangun Untuk Menyembahnya. RA Sering Di Gambarkan Sebagai Dewa Matahari,RA Sering Diucapkan 'Rah' Tetapi Lebih Tepat 'Re'. Menjadi Dewa Mesir Kuno Selama 5 Dinasti,Ia Sering Diidentikan Dengan Matahari Ditengah Hari,Dengan Dewa-Dewi Yang Mewakili Posisi Lain Dari Matahari,RA Selalu Berubah Dari Waktu Kewaktu,Dan Dalam Satu Bentuk Lain Ia Berkata Pada Matahari Yang Mewakili Setiap Saat Sepanjang Hari. Kemudian Disebut Heliopolis'Kota Matahari'Oleh Orang Yunani Kuno. Kemudian RA Bergabung Dengan Dewa Horus,Sebagai 'Re-Horakhty'. Ketika Mencapai Posisi Penting Dalam Jajaran Mesir,Ia Dipercaya Memimpin Langit,Bumi,Dan Bawah Tanah. Dia Juga Dikaitkan Dengan Elang,Sebagai Simbol Lain Dewa Matahari Yang Melindungi Fir'aun. Anak-Anak Hathor Dianggap Ayah Oleh RA.

ANUBIS
Anubis Dalam Kepercayaan Mesir Kuno Dianggap Sebagai Dewa Kematian Atau Pencabut Nyawa Yang Sadis Dengan Wujud Manusia Berkepala Anjing,Atau Dalam Bentuk Anjing Lengkap Warna Daging Yang Membusu,Mengenakan Pita Dan Memegang Cambuk Di Lengannya. Anjing Itu Juga Berkaitan Tentang Kuburan Di Mesir Kuno. Anubis Adalah Dewa Yang Berkaitan Tentang Pembalseman Mumi Dan Kehidupan Setelah Mati,Hal Itu Dibuktikan Pada Kalungnya Yang Bermata Ankh Yang Berarti Reingkarnasi. Pada Bahasa Mesir Anubis Dikenal Sebagai Inpu(Dibaca Anupu),Dia Juga Mempunyai Hubungan Dengan Dewa Hermes Dari Yunani.

HATHOR
Hathor Adalah Dewi Yang Dipersonifikasikan Tentang Prinsip Feminim,Cinta,Sukacita. Dia Adalah Dewi Yang Paling Populer Sepanjang Sejarah Mesir Kuno. Ia Disembah Oleh Masyarakat Umum. Dalam Kuburan Digambarkan Sebagai 'Pemimpin Barat' Menjemput Orang Mati Ke Kehidupan Selanjutnya. Dia Juga Merupakan Dewi Musik,Tari,Dan Kesuburan Tanah Asing Yang Membantu Perempuan Dalam Proses Kelahiran.

HORUS
Horus Adalah Salah Satu Dewa Yang Penting Dalam Mesir Kuno,Yang Dipuja Setidaknya Selama Akhir Periode Predinastik Melalui Yunani Sampai Romawi. Berbagai Bentuk Horuses Dicatat Dalam Sejarah. Bentuk Paling Awal Adalah Horus Falcon Yang Merupakan Dewa Pelindung Nekhen Di Mesir. Horus Membunuh Seth Karena Untuk Membalaskan Dendam Ayahnya'Osiris' Yang Dibunuh Seth.

ISIS
Isis Adalah Dewi Mesir Kuo Yang Terkenal Diyunani Dan Romawi. Dia Dipuja Sebagai Ibu Yang Ideal,Istri,Pelindung Alam Dan Sihir. Dia Adalah Teman Budak,Orang-Orang Berdosa,Pengrajin,Orang-Orang Tertindas,Serta Mendengarkan Doa Orang-Orang Kaya,Gadis,Bangsawan,Dan Pengusaha. Isis Juga Merupakan Dewi Ibu Dan Kesuburan. Isis Selain Sebagai Istri Osiris,Dia Juga Adik Osiris. Semenjak Kematian Osiris,Isis Berkelana Untuk Mengumpulkan Bagian Tubuh Osiris Yang Disebar Seth.

KHNUM
Khnum Adalah Dewa Yang Paling Awal. Dewa Sumber Dari Sungai Nil. Karena Banjir Tahunan Sungai Nil Membawa Lumpur,Tanah Liat,Dan Membawa Air Kehidupan Kepada Sekitarnya,Ia Dianggap Sebagai Pencipta Tubuh Manusia Dengan Membuat Roda Tembikar,Dari Tanah Liat Dan Ditempatkan Pada Ibu Mereka'Rahim'.

Maat Adalah Dewi Mesir Kuno Dengan Konsep Kebenaran,Keseimbangan,Keteraturan,Hukum,Moralitas,Dan Keadilan. Dewi Maat Juga Disebut Dewi Pengatur Bintang-Bintang,Musim,Serta Tindakan-Tindakan Baik Manusia Dan Para Dewa,Yang Mengatur Alam Semesta Dari Kekacauan. Setelah Perannya Dalam Penciptaan Dan Terus Mencegah Kembali Ke Alam Semesta Dari Kekacauan,Peran Utamanya Dalam Mitologi Mesir Kuno Berurusan Dengan Penimbangan Jiwa-Jiwa Yang Terjadi Di Dunia Bawah. Bulunya Adalah Ukuran Yang Menentukan Apakah Jiwa Orang Yang Sudah Meninggal Mencapai Surga Dengan Selamat Atau Tidak.

Nephthys Adalah Dewi Yang Asalnya Belum Diketahui. Berdasarkan Bahasa Mesir Kuno Berarti 'Lady Of The House',Seolah-Olah Menunjukan Kepada Manusia, Tidak Dengan Cara Apapun Harus Diidentifikasikan Dengan Beberapa Gagasan Tentang Ibu Rumah Tangga. Maupun Sebagai Wanita Utama Yang Memerintah Negeri Umum Rumah Tangga. Ini Adalah Kesalahan Meresap Dan Mengerikan Yang Sering Diulang-Ulang. Nama Yang Kusus Adalah 'Lady Of The Temple'.

Osiris Adalah Dewa Kehidupan Alam Yang Menguasai Akhirat. Dewa Ini Juga Banyak Disembah. Osiris Digambarkan Menggunakan Mahkota Yang Mirip Dengan Mahkota Putih Dari Mesir. Dia Juga Membawa Crook Dan Cambuk,Lekukannya Diperkirakan Untuk Mewakili Osiris Sebagai Dewa Gembala. Simbol Mencambuk Sudah Pasti Dengan Cambuk Gembala,Terbang Menyapu. Biasanya Ia Dilambangkan Dengan Warna Hijau'Warna Kelahiran Kembali' Atau Hitam'Mengacu Datarang Kesuburan Banjir Sungai Nil'. Osiris Mempunyai Adik Isis Yang Merupakan Istrinya Juga. Osiris Dibunuh Seth,Badannya Dipotong-Potong Dan Dihanyutkan Di Sungai Nil. Setelah Tubuhnya Dikumpulkan Isis,Osiris Bangkit Kembali Dan Naik Kelangit Membentuk Rasi Bintang Orion. Seketika Itu Isis Hamil Dan Melahirkan Seorang Dewa Yang Bernama Horus.

Sekhmet Adalah Dewi Yang Digambarkan Sebagai Singa Betina,Pemburu Paling Sengit Yang Dikenal Oleh Mesir Kuno. Dia Dianggap Sebagai Pelindung Fir'aun Dan Pemimpin Mereka Dalam Peperangan. Sekhmet Juga Dianggap Sebagai Ibu Harmaches.

Seth/Sotekh Adalah Dewa Yang Bersifat Antagonis. Sebenarnya Dia Juga Bukan Asli Dewa Dari Mesir Kuno. Dewa Yang Berkedudukan Tinggi Ini Satu-Satunya Yang Dapat Dikatakan Sejajar Dengan RA. Dia Juga Disebut Dewa Gurun,Badai Pasir,Dan Kegelapan. Seperti Loki Di Mitologi Viking Ares Di Yunani Ia Merupakan Dewa Yang Menarik,Karna Tetap Disembah Walau Reputasinya Buruk Dan Status Kedewaannya Diwakili Sifat-Sifat Buruk. Loki Mewakili Tipudaya Serta Ilmu Hitam,Ares Mewakili Peperangan Dan Rasa Haus Darah. Seth Dikenal Bermusuhan Dengan Horus Karna 'Osiris'Ayah Horus Dibunuh Seth Dengan Bantuan Typhon Sang Dewa Badai Dari Mitologi Yunani Dengan Memotong-Motong Tubuhnya Dan Menyebarkanya Disungai Nil. Analogi Permusuhan Ini Adalah Gurun Pasir'Seth' Yang Melambangkan Bencana,Panas Terik Berhadapan Dengan Sungai Nil'Horus' Yang Melambangkan Kesuburan,Anugrah Umat Manusia. berkat Jejahatanya,Seth Dianggap Iblis,Dewa Jejahatan,Dan Sumber Kemalangan. Hingga Akhirnya Horus Berhasil Membunuhnya.

Sobek Adalah Dewa Yang Digambarkan Sebagai Buaya Biasa,Atau Sebagai Seorang Laki-Laki Berkepala Buaya. Ketika Dianggap Sebagai Pelindung Pasukan Fir'aun,Ia Ditampilkan Dengan Simbol Otoritas Raja. Dia Juga Digambarkan Bersama Salibnya,Yang Mewakili Kemampuannya Untuk Membatalkan Niat Jahat Dan Menyembuhkan Penyakit. Ia Pernah Menjadi Sobek-RA,Hal Itu Ditunjukan Dengan Cakram Matahari Diatas Kepalanya,Sebagai Dewa Matahari.

Thoth Dianggap Sebagai Salah Satu Dewa Penting Di Mesir,Sering Digambarkan Dengan Kepala Dari Suatu Iblis. Kepalanya Berada Di Khemennu Tempat Suci Dimana Dia Memimpin Masyarakat Setempat. Kemudian Berganti Nama Menjadi Hermopolis Oleh Orang-Orang Yunani.

Harmaches Adalah Seorang Dewa Yang Muncul Selama Kerajaan Baru. Dia Dijuluki Sebagai Singa Pangeran,Putra Dari Dewi Sekhmet.

Kamis, 09 Juni 2011

Wisanggeni Lahir



Kahyangan Setragandamayit, adalah suatu tempat yang menyeramkan. Disini tempat tinggal berbagai mahluk halus dan siluman. Batari Durga,demikian nama yang mbahu reksa tempat ini, adalah ratunya para ratu makhluk halus dan siluman.
Batari Durga, sebelumnya adalah Batari Uma yang berwajah raseksi, istri Batara Guru, yang kemudian bertukar raga dengan Dewi Permoni. Dewi Permoni adalah  seorang gadis cantik yang waktu itu sedang bertapa,de ngan harapan dapat bersuami dengan  seorang dewa.
Batara Guru memenuhi permintaan Dewi Permoni, untuk memperistrinya, tetapi hanya raganya saja, sedangkan sukma nya akan menempati raga baru, yang kemudian akan dikawin kan dengan salah satu keturunan dewa.
Dewi Permoni menyanggupi  apa yang diminta Batara Guru. Setelah ada kesanggupan dari Dewi Permoni, maka Dewi Permoni duduk berhadap hadapan dengan Dewi Uma, kemudian keduanya saling bertukar sukma. Padahal dewi Uma yang berwajah raseksi itu dalam keadaan  hamil. Mereka telah bertukar sukma.  Dewi Uma, menempati raga baru, raga Dewi Permoni yang cantik. Sedangkan Dewi Permoni menempati raga baru pula, seorang raseksi yang menakutkan, lagi pula sedang hamil. Dewi Permoni kemudian dikawinkan dengan Batara Kala.
Setelah dikawinkan dengan Batara Kala, Dewi Permoni mendapat gelar Batari Durga dan menjadi ratu di Setragandamayit. Sedangkan  anak yang dikandungnya, setelah lahir menjadi anak Batari Durga dengan Batara Kala, anak inilah yang bernama Dewasrani. Bagi Batara Kala, anak ini juga merupakan adiknya,karena ayah kandung bayi adalah Batara Guru.  
Kali ini  Batara Kala,menjadi gelisah, ketika diberi tahu oleh istrinya, Batari Durga, bahwa anaknya, yang juga adiknya,  Batara Dewasrani, ingin beristrikan Dewi Dresanala. Padahal Dewi Dresanala sudah menjadi istri Arjuna, dan sudah hamil tua, yang sekarang sudah saatnya mau melahirkan.
Batara Kala, yang tidak pernah mau  berurusan dengan siapa pun, menyerahkan permasalahan Dewasrani  kepada Batari Durga. Batari Durga, semula juga menolak permintaan Dewasrani, karena Dewi Dresanala, sudah bersuamikan Arjuna.  Karena desakan yang terus menerus dari Dewasrani, maka  Batari Durgapun terpaksa menuruti kehendak puteranya Dewasrani untuk memperistri Dewi Dresanala. Mereka pun berangkat ke Kahyangan Jonggringsaloka, menemui Batara Guru.
Sesampai di Kahyangan Jonggringsaloka, mereka meng hadapi Gerbang Selamatangkep yang dijaga Batara Cingkarabala dan Batara Balaupata. Mereka harap harap cemas, apakah pintu Gerbang Selamatangkep akan membuka atau akan menutup selamanya. Mereka merasa senang ketika melihat pintu Gerbang Selamatangkep telah membuka dengan sendirinya, berarti kedatangan mereka diterima oleh Batara Guru. Mereka cepat cepat memasuki Gerbang Selamatangkep, takut kalau pintunya menutup lagi.
Mereka menghadap  Batara Guru. Batara Guru menanya kan maksud dan tujuannya datang menemuinya. Batari Durga, mengatakan bahwa ia sampai kekahyangan Jonggring saloka, karena berat beratnya ditangisi anak. Kedatangan mereka berdua meminta restu  Batara Guru, agar Batara Dewasrani dikawinkan dengan Dewi Dresanala. Mengenai Dresanala  yang sudah bersuamikan Arjuna , adalah bukan halangan lagi. Mereka meminta agar Dewi Dresanala dipisahkan dari Arjuna, bagaimanapun caranya. Karena setelah berpisah dengan Arjuna,maka dengan mudah Dewi Dresanala akan dikawinkan dengan Batara Dewasrani.
Batara Guru tentu saja menyetujui permintaan Batari Durga.Terlebih lebih Dewasrani adalah anak kesayangan Batara Guru.
Batara Guru memanggil puteranya Batara Brahma, Batara Brahma diperintahkan untuk memisahkan puterinya Dresanala dari Arjuna, dan mengusir Arjuna dari Kaindran.
Batara Brahma menuruti perintah ayahnya.Ia segera menuju Kaindran. Di Kaindran, Batara Brahma tertegun, ketika melihat, di kamar Dewi Dresanala, puterinya, dewi Dresanala tergolek lemah di tempat tidur dan ditunggui oleh seorang tabib wanita. Kelihatannya Dewi Dresanala, sedang menyiapkan persalinan. Sedangkan Arjuna menunggui istrinya Dresanala. Tiba tiba saja, Batara Brahma, masuk kedalam kamar dan menarik tangan Arjuna. Batara Brahma  membawa keluar Arjuna  dari kamar anaknya. Arjuna didorong, sehingga jatuh kelantai. Arjuna disuruhnya keluar dari Kahyangan, dan disuruhnya pulang ke marcapada, karena kesempatan menjadi raja bidadari telah habis. Mengenai hubungan dengan Dewi Dresanala, telah selesai saat ini dan tidak ada kesempatan lagi menemui Dresanala, ataupun siapa saja yang ada di Kahyangan. Arjuna tidak mau menyerah. Ia bertahan sampai dengan lahir puteranya. Mendengar keteguhan Arjuna yang tetap ingin menunggui puterinya, Dewi Dresanala sampai melahirkan, Arjuna dihajarnya habis habisan. Sementara itu Batara Indra yang menguasai Kahyangan Kaindran, melihat kejadian itu tidak menerima perlakuan Batara Brahma. Maka terjadilah perkelahian antara kedua bersaudara itu. Keduanya sama sama kuat. Sementara itu para dewa yang disuruh Batara Guru menyerang Arjuna. Arjuna tidak ingin membuat keributan, maka iapun meninggalkan kahyangan Jonggringsaloka, dan turun ke marcapada.
Batara Narada sebenarnya tidak sependapat dengan tindakan Batara Guru, yang bermaksud memisahkan Arjuna dari Dewi Dresanala. Kali ini Batara Narada sangat kecewa pada Batara Guru, yang bertindak sepihak. tidak meminta pendapat pada Batara Narada, selaku penasehat Batara Guru. Sementara itu di Gunung Candradimuka, nampak para Dewa sedang berkumpul. Bayi Arjuna yang baru dilahirkan, ternyata sedang di ajar berramai ramai oleh para dewa. Mereka seperti bermain bola saja. Bayi itu disepak sepak dan di injak injak. Kemudian oleh Batara Brahma, bayi itu diambilnya, dan dimasukkan kedalam kawah Candradimuka. Dari jarak yang agak berjauhan. Nampak Batara Narada mengejar Batara Brahma yang sedang melempar bayi. Ternyata usaha Batara Narada, untuk menyelamatkan bayi itu terlambat. Bayi putera Arjuna telah masuk kedalam Kawah Candradimuka. Batara Narada memarahi para putera dewa, yang berbuat jahat pada bayi yang tidak berdosa. Para dewa pun bubar meninggalkan Batara Narada seorang diri.  Batara Narada berusaha menolong bayi itu. Ia menaiki Gunung Candradimuka, dan menuruni kawahnya. Sesampai ditepi kawah, ia melihat sang bayi kelihatan hancur menyatu dengan  lahar yang teramat panas, yang menggelegak dan mendidih, seperti seekor semut jatuh didalam godogan gula aren yang teramat panas. Namun ajaib, sebentar kemudian, seorang anak telah merangkak keluar dari kawah. Tubuh anak itu menyala nyala, terbakar api..Tiba tiba anak itu menghajar Batara Narada. Sang bayi mengira yang memasukkan kedalam kawah adalah Batara Narada. Batara Narada dapat meredam kemarahan bocah itu, dengan mengangkat bocah itu keluar dari kawah dan turun dari gunung Candradimuka.. Batara Narada memberikan nama Wisanggeni. Wisanggeni menanyakan pada Batara Narada, siapakah dirinya dan siapa nama kedua orang tuanya. Batara Narada menerangkan bahwa nama ayahnya Arjuna satriya Madukara, sedangkan ibunya bernama Dresanala. Ibunya adalah bidadari yang bernama Dewi Dresanala, Batara Narada menyuruh Wisanggeni untuk menanyakan dimana ayah dan ibunya kepada para dewa, kalau para dewa tidak tahu, disuruhnya Wisanggeni menghajarnya.
Wisanggeni pun mendatangi para dewa. Wisanggeni menanyakan dimana ayah dan ibunya.
Tidak ada satupun dewa, yang mau memberi tahu, dimana keberadaan kedua orang tua Wisanggeni. Wisanggeni menjadi marah, para dewa semua dihajarnya, tidak kecuali Batara Guru. Melihat Batara Guru dihajar oleh Wisanggeni, Batara Narada mendatanginya, dan meminta Wisanggeni untuk menghentikan kemarahannya pada Batara Guru. Batara Narada menanyakan asal mula terjadinya geger di kahyangan kepada Batara Guru. Batara Guru memberi tahu kalau Dresanala dibawa Dewasrani kekahyangan Setragandamayit, untuk djadikan istrinya. Sedangkan Arjuna sudah diusir dari Kaindran. Semua ini terjadi karena permintaan Batari Durga, yang membantu keinginan Dewasrani  untuk memperistri Dresanala.
Mendengar itu, Batara Narada meminta kepada Batara Guru agar membatalkan perkawinan Dewasrani dengan Dresanala.  Karena Dresanala adalah masih  istri Arjuna. Batara Guru merasa bersalah. Batara Guru meminta kepada Batara Narada dan Wisanggeni untuk segera mengambil kembali Dewi Dresanala, yang sekarang sudah dibawa oleh Dewasrani kekahyangan Setra gandamayit.
Batara Narada berpamitan kepada Batara Guru, untuk mengantar Wisanggeni ke marcapada, menemui ayah. Wisanggani.
Sesampai di Marcapada, Batara Narada dan Wisanggeni mencari Arjuna. Mereka bertemu Arjuna di tengah hutan. Arjuna sedang melakukan tapa brata untuk minta anugrah dewata, agar bisa  berkumpul kembali dengan Dewi Dresanala dan anaknya. Para punakawan segera membangunkan tapa Arjuna, ketika dilihatnya Batara Narada membawa seorang bocah yang sedang mencari ayahnya.
Arjuna bangun dari tapanya. Arjuna menyambut kedatang an Batara Narada. Arjuna menangis, dan merasa senang apabila kedatangan Batara Narada akan mencabut nyawa Arjuna, karena sudah tidak tahan menerima penderitaan  yang begitu berat. Ia diusir dari Kahyangan, dan harus berpisah dengan anak istrinya.
Batara Narada ikut merasakan kesedihannya.Kemudian Batara Narada menjelaaskan, bahwa kejadian itu akibat permintaan Batari Durga kepada Batara Guru, agar memisahkan Dewi Dresanala dari Arjuna, yang kemudian akan dikawinkan dengan Dewasrani. Mendengar itu Arjuna menjadi marah. Namun Arjuna merasa bahagia, setelah diberitahu Batara Narada, bahwa bocah berwarna api menyala, itu anaknya dengan Dewi Dresanala.
Batara Narada, kemudian memberitahu, bahwa Dewi Dresanala, sudah tidak berada lagi di Kahyangan, akan tetapi, sudah dibawa Dewasrani ke Kahyangan Setragandamayit. Setelah menyampaikan pesan pesan kepada Arjuna. Batara Narada pun berpamitan kembali ke Kahyangan.
Arjuna disertai Semar berangkat ke Kahyangan setragan damayit, dan Wisanggeni  putera Arjuna pun tak keting galan ia mengikuti kepergian ayahnya. Sesampai di Setra gandamayit, terjadi perkelahian hebat antara Arjuna dan Dewasrani. Sedangkan Semar berkelahi dengan Batari Durga.Namun kedua jago kita merasa tidak mampu dengan kekuatan Dewasrani dan Batari Durga. Melihat kekalahan ayah dan pamongnya, tiba tiba saja anak Arjuna, Wisanggeni, ikut tandang gawe, Wisanggeni, yang mempunyai kekuatan api di ujung lidahnya, bagaikan seekor naga, yang menyemburkan api apinya kepada kedua lawannya, yang membuat kedua lawannya terbakar api. Mereka melarikan diri dari istana Setragandamayit. Akhirnya Arjuna membebaskan Dresanala dari tawanan  Dewasrani. Kemudian Dewi Dresanala pun dibawa Arjuna ke Madukara, bersama puteranya, Wisanggeni. Wisang geni bahagia hidup bersama dengan ayah bundanya. Semar pun ikut merasakan kebahagiaan mereka.
Dalam cerita Begawan Mintaraga, Arjuna di wiwaha menjadi Raja Kaindran dan bergelar Prabu Karitin. Dewi Supraba menjadi istrinya, dan mendapatkan putera bernama Prabakusuma.. Setelah Wisanggeni dewasa. mempunyuai istri bernama Dewi Mustikawati, puteri Prabu Mustikadarma raja negeri Sonyadarma**

Seorang Miskin Membangun Mesjid Paling Unik di Dunia



Mungkin kita tak percaya jika tidak melihat faktanya. Seorang yang tidak kaya, bahkan tergolong miskin, namun mampu membangun sebuah Masjid di Turki. Nama masjidnya pun paling aneh di dunia, yaitu “*Shanke Yadem*” (Anggap Saja Sudah Makan). Sangat aneh bukan? Dibalik Masjid yang namanya paling aneh tersebut ada cerita yang sangat menarik dan mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Ceritanya begini : Di sebuah kawasan Al-Fateh, di pinggiran kota Istanbul ada seorang yang
wara’ dan sangat sederhana, namanya Khairuddin Afandi. Setiap kali ke pasar ia tidak membeli apa-apa. Saat merasa lapar dan ingin makan atau membeli sesuatu, seperti buah, daging atau manisan, ia berkata pada dirinya: Anggap saja sudah makan yang dalam bahasa Turkinya “ Shanke Yadem” .
Nah, apa yang dia lakukan setelah itu? Uang yang seharusnya digunakan untukmembeli keperluan makanannya itu dimasukkan ke dalan kotak (tromol)…Begitulah yang dia lakukan setiap bulan dan sepanjang tahun. Ia mampumenahan dirinya untuk tidak makan dan belanja kecuali sebatas menjaga kelangsungan hidupnya saja.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun Khairuddin Afandi konsisten dengan amal dan niatnya yang kuat untuk mewujudkan impiannya membangun sebuah masjid. Tanpa terasa, akhirnya Khairuddin Afandi mampu mengumpulkan dana untuk membangun sebuah masjid kecil di daerah tempat tinggalnya. Bentuknyapun sangat sederhana, sebuah pagar persegi empat, ditandai dengan dua menara di sebelah kiri dan kanannya, sedangkan di sebelah arah kiblat ditengahnya dibuat seperti mihrab. Akhirnya, Khairuddin berhasil mewujudkan cita-citanya yang amat mulia itu dan masyarakat di sekitarnyapun keheranan, kok Khairuddin yang miskin itu di dalam dirinya tertanam sebuah cita-cita mulia, yakni membangun sebuah masjiddan berhasil dia wujudkan. Tidak bayak orang yang menyangka bahwa Khairudin ternyata orang yang sangat luar biasa dan banyak orang yang kaya yang tidak bisa berbuat kebaikan seperti Khairuddin Afandi.
Setelah masjid tersebut berdiri, masyarakat penasaran apa gerangan yang terjadi pada Akhiruddin Afandi. Mereka bertanya bagaimana ceritanya seorang yang miskin bisa membangun masjid. Setelah mereka mendengar cerita yang sangat menakjubkan itu, merekapun sepakat memberi namanya dengan: “Shanke yadem” (Angap Saja Saya Sudah makan).
Informasi di atas saya dapat di sini, sungguh luar biasa. Kita belajar banyak dari kesederhanaan, ketulusan dan keikhlasan Khairuddin. Beramal bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja tidak harus menjadi kaya dulu. Bahkan banyak orang yang diberikan kekayaan oleh Allah lantas menjadi lupa untuk beramal. Harta yang digunakan Khairuddin untuk membangun mesjid diperoleh dengan cara yang halal dan itulah salah satu penyebab orang senang datang ke mesjid yang dibangunnya walaupun mesjid tersebut sangat sederhana. Semoga di Indonesia akan banyak orang-orang seperti khairuddin yang beramal bukan karena ingin di puji orang akan tetapi semata-mata mengharapkan Ridho dari Allah SWT, amien.

Syair Sufistik KH. Abdurrahman Wahid




Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…
‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi…

Ngawiti ingsun nglarasa syi’iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo petungan

(Kumulai menguntai syairan
Dengan memuji pada Tuhan
Yang merahmati dan memberi nikmat
Siang malam tanpa hitungan )
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syare’at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro
(Duhai kawan laki-perempuan
Jangan hanya mengaji syariat belaka
Hanya pandai berdongeng, tulis dan baca
Kelak di belakang bakal sengsara.)

Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale
Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale

(Banyak yang hafal Al-Qur’an dan haditsnya
Malah suka mengafirkan yang lainnya
Kafirnya sendiri tidak dipedulikan
Jika masih kotor hati dan akalnya)

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nistho

(Mudah ketipu nafsu angkara
Pada rias gebyar dunia
Iri dan dengki harta tetangga
Karena hatinya gelap dan nista)

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine

(Mari saudara, jangan lupakan
Kewajiban dengan semua aturannya
Demi menebalkan iman tauhidnya
Bajiknya bekal, hati nan mulia)

Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane

(Disebut soleh karena bagus hatinya
Karena selaras dengan ilmunya
Menempuh thariqah dan ma’rifatnya
Juga hakikat merasuk jiwanya)

Alquran qodim wahyu minulyo
Tanpo ditulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo

Al-Qur’an Qodim wahyu mulia
Tanpa ditulis bisa dibaca
Itulah nasehat dari guru waskita
Tancapkan di dalam dada

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjing iman

Merasuk hati dan pikiran
Merasuk badan hingga ke dalam
Mu’jizat Rosul jadi pedoman
Sebagai jalan masuknya iman

Kelawan Alloh kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali
Bersama Allah Yang Maha Suci
Harus pelukan siang dan malam
Dilakukan dengan tirakat riyadhoh
Dzikir dan suluk janganlah lupa
Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran

Hidupnya damai merasa aman
Sampai dirasa tandanya iman
Sabar dan menerima walau sederhana
Semua hanya takdir dari Pangeran

Kang anglakoni sakabehane
Allah kang ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate

Yang bisa menjalankan semuanya
Allahlah yang mengangkat derajatnya
Walau rendah kelihatan tampaknya
Namun mulia maqom derajatnya

Lamun prasto ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese

Jika di akhir hayatnya
Tak tersesat ruh dan jiwanya
Dihantar Allah syurga tempatnya
Utuh mayatnya dan kafannya

Tasawuf dan Cara Pandang Interdisipliner

Dr. KH. Said Aqil Siraj

Saat ini, agaknya dirasakan baik dalam teoritis maupun praktis, membuncahnya pola pemikiran yang cenderung bersifat sporadis, hiperspesialis, sektarian, dan skismatis.
Akibatnya, kenyataan yang terpampang terlihat “miris” dan tak rentan dari bentuk-bentuk sikap dan perilaku yang afinitatif dan bahkan konfliktual. Tentu saja, ini amat jauh dari kerinduan abadi (gharizah) bagi setiap individu untuk mencitakan kehidupan yang harmonis, rukun-sejahtera, dan penuh dengan cinta kasih.
Kondisi skismatis tersebut rasanya sudah merata dari hulu ke hilir. Dalam dunia akademis pun, dirasakan belum terwujudnya suatu kerangka pikir yang integratif-holistik. Betapa pun, banyak disiplin ilmu di dunia akademis yang diajarkan, ternyata belum mampu membawa para terdidiknya untuk bisa memahami indahnya berhubungan secara lintas disiplin ilmu (interdisipliner). Yang terpampang adalah kenyataan saling merasa superior (istihqar) dengan disiplin ilmunya.
Para filsuf muslim seperti al-Kindi, Ibnu Sina, al-Farabi, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajjah atau Ibnu Thufail adalah para ‘generalis’ yang menguasai berbagai disiplin keilmuan. Mereka tekun dan berdedikasi tinggi terhadap ilmu dan praksis kemasyarakatan. Pola pemikiran yang mereka bangun bersifat integral dengan menyatukan berbagai ilmu. Usaha yang mereka lakukan itu akhirnya membuahkan kesadaran bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah kemanusiaan dan ketuhanan.
Pada sisi lain, dalam soal perkembangannya, iptek dewasa ini telah memunculkan berbagai reaksi keilmuan dengan ikhtiar melakukan upaya integralisme. Ilmu pengetahuan dipandang telah berjalan sendiri-sendiri. Munculnya gerakan Holisme yang dieksponeni oleh Fritjof Capra misalnya membuktikan kenyataan saling silang antarilmu. Gerakan ini malah memasukkan unsur-unsur pemikiran Timur dan hikmah kaum sufi dalam formulasi ilmu pengetahuan.

Berkaca Pada Kaum Sufi

Kaum sufi telah mengungkapkan suatu pola pikir, sikap, dan perilaku yang amat konstruktif bagi penataan dan pengembangan aspek kemanusiaan dan keilahiaan. Kaum sufi senantiasa melakukan formulasi kedirian melalui wilayah privat yang kemudian mampu memberikan dampak eksternal yang luar biasa pada wilayah publik. Kehadiran tasawuf di tengah-tengah kehidupan sosial dan kultural masyarakat senantiasa menampilkan sebagai suatu kekuatan bagi "revolusi spiritual" (tsaurah al-ruhiyah). Suatu kekuatan yang sangat eksplosif dalam meretas segala bentuk penyimpangan moral dan sosial, sekaligus sebagai pemicu bagi ghirah kebangkitan pengetahuan.
Dalam tasawuf, pengolahan pengetahuan dihampiri secara esoteris (bathini). Sebab, pengetahuan esoteris ini dipandang sebagai basis bagi pengembangan keilmuan yang eksoteris (dzahiri). Dalam merengkuh pengetahuan diperlukan suatu kejernihan batin, sehingga akan memancarkan cahaya bening dalam menangkap berbagai pernik kenyataan. Apa yang diberikan dalam tasawuf seperti latihan fisik (riyadhah) dan latihan batin (mujahadah) sesungguhnya merupakan perangkat bagi pengembangan kedirian yang punya kebertautan dengan aspek penataan moral dan pengembangan pengetahuan.
Para sufi tidaklah membedakan secara ekstrim antara metoda akal atau batin. Para sufi hendak menunjukkan bahwa akal hanya mempunyai fungsi yang terbatas, sehingga tidak bisa digunakan untuk menangkap kedalaman realitas. Karena itu, hatilah yang layak digunakan dalam memahami realitas tersembunyi. Bagi kaum sufi, realitas tidak hanya terpancang pada segala hal yang bersifat empirik, melainkan yang metafisis dan spiritual. Dan justru realitas spiritual inilah yang sesungguhnya merupakan hakikat dari kenyataan itu sendiri yang akan menghasilkan pemahaman yang jernih, jauh hari distorsi sosial dan moral.
Dalam kenyataannya kesufian telah menjadi sifat dan lelaku yang interen dalam diri ilmuwan muslim. Jabir bin Hayyan, al-Farabi, Sufyan al-Tsauri, al-Ghazali atau Ibnu Sina yang merupakan figur ilmuwan yang menguasai berbagai bidang ilmu, ternyata juga menunjukkan diri sebagai sosok sufi.
Di sini, menunjukkan bahwa kesufian tidaklah menghalangi keinginan untuk melakukan eksplorasi dan eksperimentasi dalam wilayah keilmuan. Sebaliknya, justru menyibakkan betapa basis kesufian ini telah menjadi pemicu bagi keinginan yang menyala (sense of curiousity) dalam membangun formulasi ilmu pengetahuan. Dan terlihat pula, para ilmuwan dan filsuf muslim pada akhir perjalanan intelektualnya justru menjadikan taSawuf sebagai terminal puncaknya.
Dalam sejarah peradaban Islam kita mengenal istilah zawiyah dan khanaqah yang merupakan pusat pertemuan kaum sufi, tempat mereka melakukan berbagai latihan spiritual. Lembaga sufi ini berfungsi sebagai pusat belajar untuk mengkaji dan menginsyafi bentuk tertinggi ilmu (gnosis/ma'rifat) yang pencapaiannya menuntut penyucian jiwa dan pikiran (tazkiyah al-nafs). Ia adalah pengajaran sains dalam Islam yang bersifat esensial yang pegang peranan signifikan sebagai satu dari lembaga utama yang bertanggung jawab dalam pembinaan dan penyebaran sains dalam Islam.
Maka jelaslah bahwa tasawuf tidaklah sama sekali berlawanan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan upaya untuk secara kontinyu melakukan penelitian (istiqra'). Sementara, upaya tersebut memerlukan pula basis penataan diri untuk membangun sikap konsistensi. Dalam tasawuf, sikap konsistensi (istiqamah) merupakan prasyarat fundamental dalam melakukan perjalaan spiritual (rihlah al-ruhiyah).
TaSawuf sendiri sesungguhnya merupakan 'tajribah al-ruhiyah', yakni proses eksperimentasi diri guna menghasilkan derajat kemanusiaan (martabat insaniyah) yang memangku secara kokoh derajat ilahiyah (martabat ilahiyah).
Metode "tajribah al-ruhiyah" ini bisa dimaknai secara lebih luas, tidak hanya terpaku pada pola-pola ritual kesufian, tetapi bertaut pula dengan pemacuan ghirah keilmuan. Namun, yang harus diperhatikan bahwa pola eksperimentasi kesufian ini harus ditempatkan dalam posisi sebagai basis pelatihan kedirian. Di sini, mutlak diperlukan pemahaman bahwa apa pun bentuk pengembangan keilmuan demi menggayuh kemajuan peradaban harus berporos pada pelatihan jiwa-batini.
Dengan demikian, tidak saja berguna bagi eskalasi pengembangan keilmuan, tetapi juga penataan moralitas. Saat ini, disadari kian pentingnya pengembalian keilmuan dalam cagar etika. Dunia ilmu memerlukan arahan secara etik, agar tidak melaju tanpa nilai. Sebab, bagaimanapun, kemajuan ilmu pengetahuan adalah demi peningkatan kenyamanan dan kesejahteraan material dan spiritual bagi manusia. Tentu saja, diharapkan pengajaran ilmu pengetahuan tidak akan membawa mentalitas dehumanisasi, yang memojokkan manusia pada jaring-jaring otomatisasi yang bisa menghilangkan kesadaran transendental.

*) Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum Masyarakat TaSawuf Indonesia (MATIN)

Abu Nawas Penyair Yang Sufi

Ilahi, lastu lilfirdausi ahla. Wala aqwa ‘ala naril jahimi, Fahab li tawbatan waghfir dzunubi. Fainaka ghafirud dzanbil adzimi
Tuhanku, Hamba tidaklah pantas menjadi penghuni surga (Firdaus).
Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka.
Maka berilah hamba tobat dan ampunilah hamba atas dosa-dosa hamba.
Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Mahaagung

Dua bait syair di atas tentu sudah sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia terutama kaum tradisionalis Islam. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala di pedesaan biasanya mendendangkan syair tersebut dengan syahdu sebagai puji-pujian. Konon, kedua bait tersebut adalah hasil karya tokoh kocak Abu Nawas. Ia adalah salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Abu Nawas juga muncul beberapa kali dalam kisah 1001 Malam.
Bagi masyarakat Islam Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga bukan lagi sesuatu yang asing. Abu Nawas dikenal terutama karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor. Mirip dengan Nasrudin Hoja, sesungguhnya ia adalah tokoh sufi, filsuf, sekaligus penyair. Ia hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).

Selain cerdik, Abu Nawas juga dikenal dengan kenyentrikkannya. Sebagai penyair, mula-mula ia suka mabuk. Belakangan, dalam perjalanan spiritualnya mencari hakikat Allah dan kehidupan sejati, ia menemukan kehidupan rohaniahnya yang sejati meski penuh liku dan sangat mengharukan. Setelah mencapai tingkat spiritual yang cukup tinggi, inspirasi puisinya bukan lagi khamar, melainkan nilai-nilai ketuhanan. Ia tampil sebagai penyair sufi yang tiada banding.
Nama asli Abu Nawas adalah Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M) di kota Ahvaz di negeri Persia (Iran sekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persia mengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya’irul bilad).
Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Seorang sahabatnya, Abu Hifan bin Yusuf bin Dayah, memberi kesaksian, akhir hayat Abu Nawas sangat diwarnai dengan kegiatan ibadah. Beberapa sajaknya menguatkan hal itu. Salah satu bait puisinya yang sangat indah merupakan ungkapan rasa sesal yang amat dalam akan masa lalunya.
Mengenai tahun meningalnya, banyak versi yang saling berbeda. Ada yang menyebutkan tahun 190 H/806 M, ada pula yang 195H/810 M, atau 196 H/811 M. Sementara yang lain tahun 198 H/813 M dan tahun 199 H/814 M. Konon Abu Nawas meninggal karena dianiaya oleh seseorang yang disuruh oleh keluarga Nawbakhti - yang menaruh dendam kepadanya. Ia dimakamkan di Syunizi di jantung Kota Baghdad.
Sejumlah puisi Abu Nawas dihimpun dalam Diwan Abu Nuwas yang telah dicetak dalam berbagai bahasa. Ada yang diterbitkan di Wina, Austria (1885), di Greifswald (1861), di Kairo, Mesir (1277 H/1860 M), Beirut, Lebanon (1301 H/1884 M), Bombay, India (1312 H/1894 M). Beberapa manuskrip puisinya tersimpan di perpustakaan Berlin, Wina, Leiden, Bodliana, dan Mosul.
Salah satu cerita menarik berkenaan dengan Abu Nawas adalah saat menejelang sakaratulmautnya. Konon, sebelum mati ia minta keluarganya mengkafaninya dengan kain bekas yang lusuh. Agar kelak jika Malaikat Munkar dan Nakir datang ke kuburnya, Abu Nawas dapat menolak dan mengatakan. “Tuhan, kedua malaikat itu tidak melihat kain kafan saya yang sudah compang-camping dan lapuk ini. Itu artinya saya penghuni kubur yang sudah lama.”
Tentu ini hanyalah sebuah lelucon, dan memang kita selama ini hanya menyelami misteri kehidupan dan perjalanan tohoh sufi yang penuh liku dan sarat hikmah ini dalam lelucon dan tawa.

PENGARUH TEOLOGI MU’TAZILAH DALAM TAFSIR AL-KASYAF


    Masa pembukuan tafsir dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah. Pada masa ini penulisan tafsir belum dipisahkan secrara khusus yang hanya memuat tafsir Qur’an surat demi surat dan ayat demi ayat dari awal sampai akhir. Tafsir golongan ini tidak sedikitpun yang sampai kepada kita. Yang kita terima hanyalah nukilan-nukilan yang dinisbahkan kepada mereka sebagaimana termuat dalam kitab-kitab tafsir bil-mat’sur. Setelah generasi ini datanglah generasi berikutnya yan menulis tafsir secara sistematis sesuai dengan tertib mushaf al-Qur’an. Diatara mereka adalah Ibnu Jarir At-Thabarai (w. 310 H), Abu Bakar bin al-Munzir an-Naisaburi (w. 318 H), Ibnu Abi Hatim (w. 327 H) dan Abu Bakar al-Mardawaih (w. 410 H). Tafsir mereka memuat riwayat-riwayat yang disandarkan pada Rasulullah, sahabat, tabi’in dan itba’ at-tabiin. Ketika Islam semakin berkembang, perbedaan pendapat semakin meningkat, masalah-masalah kalam semakin berkobar, fanatisme mazhab semakin serius dan ilmu filsafat yang bercorak rasional bercampur baur dengan ilmu-ilmu naqli serta setiap golongan berupaya mendukung mazhabnya masing-masing, ini semua menyebabkan tafsir ternodai polusi udara tidak sehat. Oleh karenanya pada masa ini para mufasir ketika menafsirkan al-Qur’an berpegang pada pemahaman pribadi dan mengarah ke berbagai kecenderungan. Pada diri mereka melekat istilah-istilah ilmiah, akidah mazhabi dan pengetahuan falsafi. Ahli ilmu rasional hanya memperhatikan dalam tafsirnya kata-kata pujangga dan filosofis, seperti Fakhruddin al-Razi. Ahli fikih hanya membahas soal-soal fikih, seperti al-Jassas dan al-Qurthubi. Sejarawan hanya mementingkan kisah dan berita-berita, seperti as-Sa’labi dan al-Khazin. Begitupula golongan mazhabiyah mereka berupaya menta’wilkan Qur’an menurut selera mazhabnya, seperti ar-Rummani, al-Juba’i, al-Qadhi Abdul Jabbar dan Zamakhsyari dari kalangan Mu’tazilah, Mala Muhsin al-Kasyi dari golongan Syiah Imammiah Isna ‘Asyriyah, dan golongan ahli tasawuf hanya mengemukakan makna-makna isyari, seperti Ibnu ‘Arabi. Asal-Usul Mu’tazilah Kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti memisahkan diri. Kata ini berasal dari ucapan Hasan-Al-Basri i’tazala anna yang dialamatkan kepada Wshil bin Atha. Menurut Al-Bagdadi, Washil dan temannya Amr ibn Ubaid ibn Bab diusir oleh Hasan al-Bisri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara mereka mengenai persoalan qadar dan orang yang berdosa besar. Menurut Ahmad Amin, nama Mu’tazilah sudah terdapat 100 tahun sebelum adanya peristiwa Wasil dan Hasan al-Basri. Nama tersebut diperuntukan bagi orang-orang yang tidak mengikuti peperangan Jamal dan Shifin sebagai akibat dari pertentangan politik dikalangan umat Islam ketika itu.Syeikh al-Mu’tazilah adalah Wasil bin Atha bergelar al-gazal. Ia lahir di Madinah pada tahun 80 H/699 M dan dibesarkan di Basrah serta menjadi murid Hasan al-bisri. Ia wafat tahun 131 H/748 M pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik dari dinasti Bani Umayah.Abdul Hasan al-Khayyath berkata,”seseorang tidak disebut Mu’tazilah sampai terdapat di dalam dirinya lima hal: tauhid, keadilan, janji dan ancaman, kedudukan diantara dua kedudukan, amr ma’ruf dan nahyi munkar. Tafsir Al-Kasyaf Tafsir ini ditulis oleh Abu Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari. Ia lahir 27 Rajab tahun 487 H di Zamakhsyari, dan wafat pada tahun 538 H di Jurjaniyah. Kata Zamakhsyari pada ujung namanya dinisbatkan kepada desa Zamakhsyar di khawarizmi, desa kelahiranya, ia bergelar Jarullah. Tafsir Al-Kasyaf adalah salah satu buah pena Zamakhsyari yang ditulis selama tiga tahun di Makkah al-Mukaramah atas permintaan Abu Hasan Ali Ibnu Hamzah. Tafsir ini ditulis berdasrkan susunan mushaf (tahlili), corak tafsirnya termasuk tafsir bil-ra’yi. Tafsir ini di dalamnya penuh dengan romantika balghah (kajian pilologi) serta kental dengan unsur-unsur teologi mu’tazilah. Tafsir ini termasuk tafsir apologis, yang menjadikan Qur’an sebagai alat legitimasi demi kepentinga pribadi, mazhab dan golongan. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun berkata, “Tafsir al-Kasyaf termasuk tafsir paling baik tentang bahasa, i’rab dan balagah. Hanya saja pengarangnya termasuk pengikut fanatik aliran mu’tazilah. Ia senantiasa membela mazhabnya yang rusak setiap kali ia menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dari segi balagah. Bagi kalangan Ahlussunah ini dianggap sebagai penyimpangan, dan bagi Jumhur ulama ini dianggap sebagai manipulasi terhadap rahasia dan kedudukan al-Qur’an. Namun demikian, tafsir ini perlu dibaca mengingat keindahan dan keunikan seni balagahnya”. Pengaruh teologi mu’tazilah dalam tafsir al-Kasyaf telah dikaji oleh para ulama. Diantara ulama yang telah berhasil menjelaskan dan membukukan teologi mu’tazilah dalam tafsir al-Kasyaf adalah: 1. Alammah Ahmad An-Nayyir, dalam kitab al-Intishaf 2. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, dalam As-Syafi fi Takhrij Ahadisil Kasyaf 3. Syeikh Muhammad Ulyan al-Marzuki, dalam Hasyiyah Tafsir al-Kasyaf dan Masyahidah Inshaf ‘Ala syawahidil Kasyaf Empat buah kitab ini telah dilampirkan pada tafsir al-Kasyaf yang diterbitkan oleh Al-Maktabah Al-Tijariyah Makkah oleh Mustaufa Muhsin Ahmad. Pengaruh Teologi Mu’tazilah Dalam Tafsir al-Kasyaf 1. Tauhid Tauhid pada hakikatnya merupakan inti ajaran Islam. Islam sebagai agama dipertaruhkan lewat tegaknya ajaran tentang tauhid ini. Ia merupakan akar dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Mu’tazilah menempatkan tauhid sebagai perinsip pertama dalam al-ushul al-khamsah mereka. Ini berarti kaum Mu’tazilah tidaklah menambahkan yang baru terhadap Islam. Mereka hanya melakukan suatu upaya pemurnian terhadap pemahaman tauhid agar tidak terseret kepada pemahaman yang merusak makna keesaan Allah. Dengan sangat ekstrem kaum Mu’tazilah menentang setiap ajaran yang menyerupakan Allah dengan manusia dan menetapkan adanya sifat-sifat Allah yang azali disamping zat-Nya yang azali. a. Sifat-Sifat Tuhan Aliran Mu’tazilah menolak paham beautific vision, karena menurutnya Tuhan bersifat imateri, sedangkan mata manusia adalah bersifat materi. Yang imateri hanya bisa dilihat oleh yang imateri. Seperti dalam QS. Al-An’am: 103 “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan dialah yang Maha halus lagi Maha Mengetahui.”. Menurut Zamakhsyari ayat ini sebagai penjelasan bahwa Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala kapanpun. Lafad nafi ( la ) yang terdapat pada ayat tersebut berlaku umum, tidak terkait waktu dan tempat tertentu, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti dalam QS. Al-Qiyamah: 22-23 “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat”. Zamakhsyari berpendapat bahwa karena Tuhan bersifat imateri, maka tidak dapat dilihat dengan mata kepala. Kata nadhirah diartikan oleh Zamakhsyari dengan arti al-tawaqqu wa al-raja’ (penantian dan pengharapan). Allah adalah esa, dan tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya. Dia bukan jisim (materi), tidak bertubuh, tidak berbentuk, tidak berdaging, tidak berdarah, tidak adanya warna, rasa, panas, dingin, basah, dan lain-lain yang merupakan sifat makhluk. Berkaitan dengan persoalan nafy sifat ini adalah berkaitan dengan al-Qur’an sebagai kalam Allah. Zamakhsyari menganggap al-Qur’an adalah makhluk. Dalam menguatkan pendirianya tentang kemakhlukan al-Qur’an, Zamakhsyari mengatakan bahwa al-Qur’an tersusun dari surat-surat, kalimat-kalimat, huruf-huruf yang dapat dibaca dan didengarkan, ada permulaan dan ada akhirnya, maka tidak mungkin al-Qur’an itu Qadim. Sementara itu di dalam al-Qur’an terdapat cerita-cerita yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu, ada yang menasakh dan yang dinaskh. Jika al-Qur’an qadim, maka tidak mungkin hal ini terjadi pada yang qadim. Dengan demikian al-Qur’an adalah makhluk yang diciptakan Allah pada waktu yang diperlukan. 2. Al-‘Adl Al-‘Adl di sini adalah keadilan Tuhan, yang kaitannya dengan perbuatan-perbuatan Tuhan. Tuhan dikatakan adil jika perbuatan-perbuatan Tuhan itu bersifat baik. Tuhan tidak akan berbuat buruk (zalim) dan tidak melupakan apa yang dikerjakan-Nya. a. Free Will dan Predestnation Masalah free will dan predestination, yaitu faham kebebasan manusia dan fatalisme, menurut Aliran Mu’tazilah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak serta juga berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Seperi contoh dalam QS.al-Baqarah: 272 “Bukanlah kewajiban menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberikan taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya” Dalam ayat ini Zamakhsyari berpendapat bahwa huda bukanlah Allah yang menciptakannya, akan tetapi hamba yang menciptakan huda (petunjuk) untuk dirinya sendiri. Seperti contoh dalam QS. Al-A’raf: 43 “Mereka berkata segala puji bagi Allah yang menunjuki kami kepada surga ini” Dalam ayat ini Zamakhsyari mengartikan huda di sini dengan arti kata luthf (kelembutan) dan taufiq. Zamakhsyari membelokkan petunjuk (huda) Allah kepada makna luthf (kelembutan) dengan sebab bahwa hamba yang menciptakan petunjuk untuk dirinya sendiri. Disamping itu keadilan Tuhan juga dibicarakan dalam kaitan dengan perbuatan manusia yang bebas dan merdeka tanpa paksaan. Jika manusia dituntut melakukan perbuatan-perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat, maka manusia harus mempunyai kebebasan untuk menentukan perbuatannya sendiri, bukan perbuatan yang ditentukan oleh Allah sebelumnya. Dengan demikian Allah tidak akan menjatuhkan pahala atau siksa kepada seorang hamba kecuali berdasarkan pilihan bebas dari hamba itu sendiri. Lanjutan dari jalan pikiran ini adalah bahwa Tuhan tidak memberikan beban yang tidak terpikul oleh manusia. Untuk itu Tuhan memberikan daya kepada manusia agar ia mampu memikul beban tersebut, menerangkan hakekat beban itu serta memberi upah atau hukuman atas perbuatan manusia sendiri.dan kalau Tuhan memberikan siksaan kepada manusia, maka siksaan itu adalah untuk kepentingan dan kemaslahatan manusia, maka itu berarti Tuhan telah melalaikan kewajibannya sendiri. Namun bagi Mu’tazilah mengatakan Tuhan bersifat baik dengan perbuatan-perbuatan-Nya, belumlah cukup untuk menyatakan ke-Mahabaikan Tuhan. Untuk itu haruslah diyakini, Tuhan wajib memberikan yang baik dan terbaik bagi manusia (al-Shalah wa al-Ashlah) bila datangnya seorang rasul sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia, maka menurut Mu’tazilah, mengirimkan Rasul kepada umat manusia agar manusia mendapat yang baik dan terbaik, juga merupakan kewajiban bagi Tuhan. 3. Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman) Mu’tazilah mengedapankan pula bahwa janji dan ancaman Tuhan pasti terjadi. Allah berjanji dalam kitab suci untuk memasukkan orang yang berpahala ke dalam surga dan orang yang berdosa ke dalam neraka.oleh sebab itu menurutnya Tuhan tidak akan melakukan yang sebaliknya, memasukkan orang yang berdosa ke dalam surga dan memasukkan orang yang berpahala ke dalam neraka. Seperti pada QS.Al-An’am: 158 “Pada hari datangnya beberapa ayat dari Tuhan tidaklah bermanfaat lagi imam seseorang seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya” Zamakhsyari berpendapat bahwa orang kafir dan orang yang melakukan maksiat sama saja mereka itu kekal di dalam neraka. Bersinggungan erat dengan janji dan ancaman ini adalah ditolaknya oleh Mu’tazilah adanya Syafa’at (pengampunan pada hari kiamat) dengan mengenyampingkan ayat-ayat yang berbicara tentang syafa’at. Argumen yang dibawanya adalah bahwa syafa’at merupkan hal yang berlawanan dengan prinsip al-Wa’ad wa al-Wa’id. 4. Al-Manzilah baina al-Manzilatain Al-Manzilah baina al-Manzilatain secara harfiah berarti posisi diantara dua posisi, menurut Mu’tazilah bahwa yang dimaksud ungkapan itu adalah suatu tempat yang terletak diantara surga dan neraka. Washil bin Atha rela memisahkan diri dari Hasan al-Basri sebagai gurunya.Washil berpendirian bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik, tidak termasuk mukmin dan tidak pula kafir, tetapi fasik. Kefasikan itu berada diantara iman dan kafir. Menurutnya tingkatan orang fasik berada di bawah orang mukmin dan di atas orang kafir. Demi melaksanakan keadilan Tuhan danjanji-Nya, orang yang serupa itu harus ditempatkan di antara surga dan neraka. Tetapi karena di akhirat tidak ada tempat lain, kecuali surga neraka, maka orang fasik itu dimasukkan ke dalam neraka, yang keadaannya berbeda dengan mereka yang diterima oleh orang kafir. 5. Al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar Prinsip al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar banyak dijumpai dalam al-Qur’an. Oleh sebab itu prinsip ini bukan hanya milik Mu’tazilah, tetapi juga dianut oleh golongan umat Islam lainnya. Kaum Mu’tazilah berpendirian bahwa amar ma’ruf nahy munkar merupakan kewajiban yang harus dilaksakan oleh setiap mukmin. Hanya saja dalam pelaksanaan ajaran ini Mu’tazilah mempergunakan kekerasan. Dalam pandangan Mu’tazilah yang dikatakan ma’ruf adalah hal-hal yang mereka anggap benar dan baik menurut ajaran Islam dan apa-apa yang sejalan dengan pendapat merka itu, sedangkan hal-hal yang menyalahinya adalah dipandang munkar yang harus diberantas. Dalam melaksanakan al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-Munkar ini Mu’tazilah berpendapat bahwa bila cukup dilaksanakandengan seruan dan ajakan yang lunak saja, berarti kewajiban sudah terpenuhi. Tetapi bila seruan dan ajakan yang lunak itu tidak berhasil mak perlu dilaksanakan dengan penuh kekerasan. Sejarah pemikiran Islam betapa giatnya orang-orang Mu’tazilah mempertahankan Islam dari kesesatan yang tersebar luas pada masa Abbasiyah. Kekerasan dalam mempertahankan kebenaran Islam dalam visi mereka itu ditujukan bukan hanya kepada orang-orang yang bukan Islam, tetapi juga kepada orang-orang atau ulama-ulama Islam. Sejarah mencatat bahwa imam Ahmad bin Hanbal pernah mengalami hal itu. **